Sabtu, 02 Mei 2015

Artikel Ibadah

GEMPA BUMI MEMPENGARUHI POSISI ARAH KIBLAT

Setiap orang Islam diwajibkan shalat lima waktu sehari semalam, salah satu syarat sahnya shalat adalah menghadap kiblat yang merupakan arah hadap saat kita melakukan shalat. Para ulama sepakat menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat, maka kaum muslimin wajib menghadap ke arah kiblat dalam melakukan ibadah shalat, kecuali shalat khauf.
Di dalam  Al-Qur’an menyebutkan perintah tentang kewajiban menghadap Kiblat saat shalat, salah satunya dalam surat Al-Baqarah ayat 149 yang berbunyi :

 ô`ÏBur ß]øym |Mô_tyz ÉeAuqsù y7ygô_ur tôÜx© ÏÉfó¡yJø9$# ÏQ#tysø9$# ( ¼çm¯RÎ)ur ,ysù=s9 `ÏB y7Îi/¢ 3 $tBur ª!$# @@Ïÿ»tóÎ/ $£Jtã tbqè=yJ÷ès? ÇÊÍÒÈ
“Dan dari mana saja kamu keluar (datang), Maka Palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram, Sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah : 149)

Kata Kiblat berasal dari kata muqabalah yang artinya berhadapan atau muwajahah. Asal mulanya ialah situasi yang ada pada orang yang datang menghadap. Lalu diartikan secara khusus untuk arah dimana setiap mushalli atau orang yang shalat harus menghadap kepadanya (A. Kadir : 2012). Kiblat yang dimaksudkan adalah Masjidil Haram yang berada di Kota Makkah, Saudi Arabia. Secara geografis, Masjidil Haram terletak antara 39°-40° bujur Timur dan 21°-22° Lintang Utara. Jarak dari kota Jeddah lebih kurang 74 Km, dari kota Thaif lebih kurang 80 Km, dari kota Madinah lebih kurang 470 Km, dan dari kota Riyadh lebih kurang 990 Km.
Tidak kurang dari 40 kali Al-Qur’an menyinggung soal Masjidil Haram. Masjidil haram didalam Al-Qur’an disebut juga dengan sebutan al-Bait al-Haram, al-Bait al-Atiq, al-Haram al-Amin dan sebagainya. Masjidil Haram sangat mulia dan sangat dihormati oleh seluruh umat islam. Yang dimaksudkan “Masjidil Haram” adalah Ka’bah, yaitu tempat suci yang dibangun pertama kali di muka bumi untuk mentauhidkan Allah, sekaligus menyingkirkan bentuk kemusyrikan (A. Kadir : 2012).

Letak Kiblat di Indonesia
            Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan fatwa No. 03 Tahun 2010 terkait arah kiblat. Pertama, tentang ketentuan hukum. Dalam ketentuan hukum tersebut disebutkan bahwa Kiblat bagi orang shalat dan dapat melihat Ka’bah adalah menghadap ke bangunan Ka’bah, lalu Kiblat bagi orang shalat dan tidak dapat melihat Ka’bah adalah arah Kiblat, dan letak geografis Indonesia yang berada dibagian timur Ka’bah, maka Kiblat umat Islam Indonesia adalah menghadap ke arah Kiblat. Kedua, MUI merekomendasikan agar bangunan masjid atau mushalla di Indonesia sepanjang kiblatnya menghadap ke arah kiblat tidak perlu diubah atau dibongkar dan sebagainya.
            Letak astronomis yaitu letak suatu tempat berdasarkan garis lintang dan garis bujurnya. Letak astronomis Indonesia 6.08° LU - 11.15° LS dan 95.45° BT – 141.05° BT. Sedangkan pengertian letak geografis adalah letak suatu tempat dilihat dari kenyataannya di muka bumi atau letak suatu tempat dalam kaitannya dengan daerah lain di sekitarnya. Letak geografis tersebut juga letak relatif, disebut relatif karena posisinya ditentukan oleh fenomena geografis yang membatasinya, misalnya gunung, sungai, lautan, benua dan samudra. Secara geografis wilayah Indonesia terletak diantara dua benua dan dua samudra yaitu benua Asia dan benua Australia. Sedangkan samudra yang membatasi wilayah samudra Hindia dan samudra Pasifik.
Berdasarkan tinjauan astronomi atau ilmu falak, terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat diantaranya adalah menggunakan kompas, theodolit, rasi bintang, matahari dan yang paling mudah adalah saat matahari tepat diatas Ka’bah (Makkah) yang dikenal dengan istilah Istiwa Azam (Istiwa utama). Dikalangan masyarakat pesantren di Indonesia, istilah ini cukup dikenal dengan Zawa atau Rasydul Kiblat. Rasydul Kiblat adalah ketentuan waktu dimana benda yang terkena sinar matahari mengarah ke arah Kiblat.
Teknik penentuan arah kiblat Rasydul Kiblat sebenarnya sudah dipakai lama sejak ilmu falak berkembang di Timur Tengah. Demikian halnya di Indonesia dan beberapa negara Islam lain juga banyak menggunakan teknik ini, sebab teknik ini tidak memerlukan perhitungan yang rumit dan siapapun dapat melakukannya.

Pergeseran Kiblat Karena Gempa Bumi
            Sulit dipercaya bahwa kerak bumi terus menerus berubah dan bergerak. Akan tetapi kenyataannya adalah bahwa kekuatan-kekuatan besar secara terus-menerus membentuk dan membentuk kembali batu-batuan kerak bumi, batu-batuan itu kemudian di dorong menjadi lipatan-lipatan besar, dipilin dan kemudian diretakkan. Proses ini biasanya berlangsung lambat sehingga kita tidak menyadarinya. Namun ketika terjadi gempa bumi dahsyat, bumi bergoncang sangat keras terjadilah celah-celah panjang diatas permukaan bumi, pada saat itulah baru kita sadari bahwa dibawah permukaan bumi terdapat kekuatan dahsyat yang sewaktu-waktu bisa merubah posisi di permukaan bumi. Tanah tiba-tiba bergerak kian kemari, rumah dan bangunan lain tergeser dari dasarnya atau roboh ke tanah. Perubahan-perubahan yang jelas dibagian luar permukaan bumi terjadi retakan pada kerak bumi dan retakan tersebut dapat mengakibatkan lempeng bergeser. Adanya pergeseran tersebut akan mempengaruhi nilai koordinat lintang dan bujur suatu tempat dipermukaan bumi yang tentunya terkait dengan arah kiblat.
            Seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Ahmad Wahidi, M.H.I dan Evi Dahliyatin Nuroini, S.H.I pada tahun 2010 tentang pergeseran lempeng bumi karena gempa bumi terhadap arah kiblat di Indonesia. Beliau mengambil sampel Kota Yogyakarta yang pernah terjadi gempa tektonik yang cukup besar pada tanggal 27 Mei 2006 kurang lebih pukul 05.55 WIB. Dalam penelitiannya, Ahmad Wahidi dan Evi Dahliyatin menggunakan obyek masjid di 8 kecamatan dari 15 kecamatan di Kota Yogyakarta. Kota Yogjakarta yang terletak diantara 110°21° BT -110°23° BT dan 7°47° LS -7°49° LS. Dengan ketinggian daerah yang rata-rata 90 m sampai 150 m di atas permukaan laut. Teknik penelitian ini menggunakan teknik observasi terhadap masjid yang terkena gempa, lalu meletakkan letak geografisnya menggunakan GPS, menggunakan teori Imam Nawawi Al-Bantani dan sinus cosinus serta menggunakan teknik dokumentasi.
Dalam menentukan arah kiblat harus menentukan seberapa besar lintang dan bujur tempat masjid yang diteliti. Misalnya penelitian pada Masjid Gedhe Kauman yang berdiri sejak tahun 1777. Sebagai perbandingan, peneliti menggunakan data penelitian yang dilakukan pada tahun 2003. Dalam data tahun 2003, di Masjid Gedhe Kauman sebelum gempa besar bujur 110°21°44,87° dan besar lintang -7°48°13,91°, sedangkan data pada tahun 2010 menunjukkan besar bujur 110°21°45,1° dan besar lintang -7°48°13,8° yang di ukur menggunakan GPS pada tanggal 24-27 April 2010. Bisa dilihat selisih besar bujur dan lintang adalah 0°0°0,23° dan 0°0°0,11°, hasil tersebut didapat dengan mengurangkan hasil data tahun 2010 dengan data tahun 2003. Kesimpulannya adalah pergeseran lempeng bumi telah merubah titik koordinat bujur dan lintang di suatu tempat.

Sedangkan arah kiblat sebelum gempa adalah 24°42°38,66° dan pada tahun 2010 arah kiblat menjadi 24°42°38,57°, memiliki selisih -0°0°0,09°. Dari data tersebut dapat dikatakan bahwa gempa bumi pada kenyataannya telah merubah nilai koordinat arah kiblat, namun tidak berpengaruh secara signifikan terhadap arah kiblat karena perubahannya sangat kecil dan hanya dalam satuan detik saja dalam kurun waktu 7 tahun, sedangkan di Indonesia belum ada alat ukur yang dapat mengukur kisaran angka sekecil itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar