Selasa, 27 Januari 2015

KOCAR-KACIR PASCA PERGANTIAN KURIKULUM


“Pergantian pemimpin menciptakan pengaruh yang luar biasa dalam pendidikan Indonesia.  Konflik antara pro dan kontra terhadap Kurikulum 2013 (K-13) masih terjadi sampai sekarang. Pergantian kurikulum yang terlalu sering dilakukan membuat sistem pendidikan di negeri ini kocar-kacir dan carut-marut. Pasca penghapusan K-13 memberikan pertanyaan terhadap konsistensi pemerintah dalam menetapkan kurikulum”

            Seringnya dilakukan pergantian kurikulum di Indonesia membuat kita bertanya bagaimana konsistensi sistem pendidikan yang diterapkan oleh para pemangku jabatan negara. Kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia sudah sering kali berganti wajah dengan kurikulum yang baru. Pergantian kurikulum yang sering dilakukan bukan karena tidak ada alasan, namun, alasannya adalah pemerintah mencoba untuk memperbaiki sistem pendidikan Indonesia. Alhasil, kurikulum yang sering berganti tidak memiliki konsistensi dalam penerapannya dan memberi pengaruh buruk terhadap umur kurikulum yang tidak dapat bertahan lama.
Di samping itu, kita patut bertanya tentang kualitas kurikulum yang sering diganti. Kurikulum yang tak bisa awet menjadi tanda tanya besar dan PR untuk para petinggi negara ini, banyak yang harus diperbaiki dalam sistem pendidikan Indonesia. Konsistensi penerapan kurikulum belum bisa ditunjukkan level suksesnya di dunia pendidikan Indonesia.
Pergantian pemimpin di negeri ini juga memberikan pengaruh yang besar dalam pergantian kurikulum. Setiap berganti kepemimpinan, secara otomatis juga berganti program kerja oleh pemerintahan yang baru. Pergantian program kerja bisa diartikan sebagai pembaharu program kerja lama menuju perbaikan birokrasi negara.

Pasca Penghapusan K-13
Masalah pendidikan pastilah menjadi salah satu PR bagi kepemimpinan baru. Mulai dari pergantian kurikulum yang kontroversi atau penghapusan kurikulum yang dianggap tidak efektif bagi pendidikan Indonesia. Di samping itu, perombakan kurikulum juga dilakukan dengan alasan demi memperbaiki efektifitas kuikulum yang telah diterapkan sebelumnya.
            Pasca penghapusan K-13, kini memberikan tanda tanya besar bagi warga pendidikan. Apakah kurikulum yang telah ditetapkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud), M. Nuh, tidak memberi efektifitas bagi kemajuan pendidikan Indonesia, atau justru penghapusan K-13 adalah cara penghentian sementara yang dilakukan pemerintah agar dapat merombak dan memperbaiki sistem K-13 yang menjadi kontroversi di akhir masa Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. Wacana tentang kepastian kurikulum baru malah menjadi tumpang tindih terhadap kurikulum apa yang pantas diterapkan di Indonesia.
            Penghapusan K-13 pada realita di lapangan sudah banyak diterapkan di sekolah-sekolah dan kini sudah sampai pada “setengah jalan” memberikan masalah baru bagi pemerintah. Kurikulum yang seharusnya dibiarkan berjalan dengan baik, kini dihentikan bahkan dihapus. Ini menunjukkan inkonsistensi pemerintah terhadap sistem pendidikan Indonesia.
Kembali mengingatkan, saat K-13 menjadi bahasan yang kontroversi dikalangan pengamat pendidikan. Saat launching K-13, pemerintah juga memberikan buku ajar sebagai penunjang siswa dalam kegiatan belajar. Pembuatan buku-buku yang menghabiskan banyak biaya dilakukan pemerintah demi tertunjangnya K-13 justru kehadirannya dipertanyakan. Ironisnya, tidak semua sekolah dapat menikmati subsidi buku yang diberikan pemerintah secara cuma-cuma. Banyak sekolah di daerah terpencil tidak mendapatkan buku penunjang dengan alasan akomodasi yang tidak memadahi.
Realita sekarang adalah K-13 dihapus saat sudah setengah jalan berlalu. Menjadikan keteraturan kurikulum di Indonesia menjadi rancu. Pergantian kurikulum yang terlalu sering dilakukan menjadikan sistem pendidikan di negeri ini kocar-kacir. Penghapusan K-13 dianggap salah satu bukti carut-marutnya pemerintahan di Indonesia. Jika pendidikan sangat penting untuk bangsa di suatu negara, itu berarti pemerintah harus konsisten menetapkan kurikulum tanpa menggantinya secara terus menerus. Pemerintah boleh saja mengganti atau memperbaharui sistem kurikulum lama, namun dengan alasan memperbaiki maupun merombak sistem yang dikiranya kurang memberikan keefektifan terhadap sistem baru yang lebih efektif. Lalu, konsistensi penerapannya harus lebih diperjelas.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar