I. PENDAHULUAN
Harta benda
menurut Islam mempunyai fungsi sosial, di samping untuk kepentingan pribadi.
Apabila seseorang telah berhasil memperoleh harta benda dengan cara yang baik
dan halal, maka dia mempunyai kewajiban untuk membelanjakan sebagian dari harta
bendaanya untuk kepentingan diri dan keluarganya, dan sebagian lagi untuk
kepentingan umum, baik berupa zakat, sedekah atau sumbangan suka rela untuk
kemaslahatan umat.
Ajaran Islam menjadikan zakat sebagai ibadah maliah ijtima’iyah
yang mempunyai sasaran sosial untuk membangun satu sistem ekonomi yang
mempunyai tujuan kesejahteraan dunia dan akhirat. Besaran zakat telah
ditentukan dalam dalil Naqli dan dalil Aqli. Dalam makalah ini kami akan
membahas macam-macam benda yang wajib dizakati dan berapa zakat yang wajib
dibayar atas benda-benda tersebut.
II. RUMUSAN
MASALAH
1. Apa dasar harta yang wajib dizakati?
2. Apa saja harta benda
yang wajib dizakati?
3. Bagaimana ketentuan
harta benda yang wajib dizakati (nisab dan haul)?
III.
PEMBAHASAN
A. DASAR HARTA YANG
WAJIB DIZAKATI
Zakat
adalah ibadah wajib yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah
memenuhi syarat dituntut untuk menunaikan bukan semata-mata atas dasar
kemurahan hatinya, tetapi kalau terpaksa, dengan penekanan penguasa. Karena itu
agama menetapkan ‘ amil’ atau petugas khusus yang mengelolanya, disamping
menetapkan saksi-saksi duniawi dan ukhrawi terhadap mereka yang enggan,
sebagainya yang telah dipraktekan khalifah pertama Abu Bakar Siddiq ra.
Wajib zakat itu adalah setiap orang
Islam, yang telah dewasa. Sehat jasmani dan rohaninya. Mempunyai harta yang
cukup menurut ketentuan (Nisab) dan telah sampai waktunya sampe satu tahun
penuh (Haul). Zakat itu diambil dari orang yang mampu untuk kesejahteraan
masyarakat lahir dan batin. Tujuannya untuk membersihkan jiwa dan harta
pemilik, dan serta menempatkan sebagai harta yang subur dan berkembang, baik
untuk pemilik harta maupun masyarakat.
Hukum zakat itu wajib mutlak dan tak
boleh atau sengaja ditunda waktu pengeluarannya, apabila telah mencukupi
persyaratan yang berhubungan dengan kewajiban itu. Dasar nasnya diantara
adalah:
Allah SWT.
Berfirman:
õè{ ô`ÏB öNÏlÎ;ºuqøBr& Zps%y|¹ öNèdãÎdgsÜè? NÍkÏj.tè?ur $pkÍ5 Èe@|¹ur öNÎgøn=tæ ( ¨bÎ) y7s?4qn=|¹ Ö`s3y öNçl°; 3 ª!$#ur ììÏJy íOÎ=tæ ÇÊÉÌÈ
“Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah
untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi
mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha mengetahui.” (QS. At-Taubah:
103)
Fatwa Sahabat Nabi
yang merupakan salah satu sumber hukum Islam, yang menegaskan bahwa umat Islam
wajib menyerahkan zakatnya kepada pemerintah / amil yang dibentuk pemerintah. Dengan
mewajibkan zakat mengandung makna bahwa pemilik harta bukanlah mutlak tanpa ada
ikatan hukum. Tapi harus dipahami pemilik itu merupaan suatu tugas sosial yang
wajib ditunaikan sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah.
Dengan hakikat harta itu milik Allah,
maka manusia itu hanyalah khalifah Allah, maka manusia wajib melaksanakan-Nya
mengenai harta itu. Dan diantara perintah itu adalah perintah zakat baik zakat
fitrah maupun zakat mal. Dan karena harta itu bermacam-macam, dan cara
memperoleh juga bermacam-macam, baik dengan cara yang mudah maupun cara yang
sulit, maka jenis harta dan kadarnyapun berbeda-beda.
Dengan dasar diatas, zakat itu adalah
ibadah sosial yang wajib dilaksanakan oleh umat Islam dengan syarat-syarat
tertentu. Harta zakat dibagikan bukan karna kemurahan hati, tetapi adalah hak
bagi orang-orang.[1]
B. HARTA BENDA YANG
WAJIB DIZAKATI
Berikut ini
adalah macam-macam harta benda yang wajib dizakati, diantaranya:
1. Binatang Ternak
Dalam zakat ini jenis binatang yang
wajib dikeluarkan zakatnya hanya unta, sapi, kerbau, dan kambing. Lalu syarat
bagi pemilik binatang yang wajib zakat tersebut adalah:
a. Islam. Ini
adalah syarat sahnya zakat, apabila seorang non-muslim mempunyai binatang yang
sudah sebagai syarat zakat, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakat.
b. Merdeka.
Seorang hamba atau budak tidak wajib membayar zakat.
c. Milik yang
sempurna. Maksudnya, sesuatu yang belum sempurna dimiliki atau ragu tidak wajib
dikeluarkan zakatnya.
d. Cukup satu
nisab.
e. Sampai satu
tahun lamanya dipunyai. Sebagaimana Sabda Rasulullah SAW:
عَنِ ابنِ
عُمَرَ قَالَ رَسُولُ اللهِ صلعم. : لَا زَكَاةَ فِى مَالِ امْرِءٍ حَتّى يَحُولَ
عَلَيهِ الحَولُ. رواه الدار قطنى.
Dari
Ibnu Umar, Rasulullah SAW telah berkata, “Tidak ada (wajib) zakat pada harta
seseorang sebelum sampai satu tahun dimilikinya.” (HR. Daruqutni)
f. Digembalakan
di rumput yang mubah. Binatang yang diumpan atau diambilkan makanannya tidak
wajib dizakati. Dan juga binatang yang dipekerjakan tidak wajib dizakati,
seperti sabda Rasulullah:
لَيسَ فِي البَقَرِ العَوَامِلِ صَدَقَةٌ. رواه ابو داود والدار قطنى
“Tiada zakat pada sapi yang dipakai untuk bekerja.” (HR. Abu Dawud
dan Daruqutni.[2]
2. Emas dan Perak
Hanya emas dan perak yang wajib
dizakati, selain barang tambang tersebut tidak wajib dizakati. Syarat bagi
pemilik emas dan perak yang wajib dizakati adalah
a. Islam b.
Merdeka
c. Milik yang
sempurna d. Sampai
satu nisab
e. Sampai satu
tahun disimpan. Seperti firman Allah SWT:
3 úïÏ%©!$#ur crãÉ\õ3t |=yd©%!$# spÒÏÿø9$#ur wur $pktXqà)ÏÿZã Îû È@Î6y «!$# Nèd÷Åe³t7sù A>#xyèÎ/ 5OÏ9r& ÇÌÍÈ
“dan orang-orang yang menyimpan emas dan
perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada
mereka, (bahwa mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (QS. At-Taubah: 34)
Yang
dimaksudkan dengan emas dan perak disini adalah emas dan perak pada umumnya.
Baik ia diperjualbelikan, ataupun emas dan perak yang dipakai hanya untuk
hiasan pakaian, rumah tangga, dan bentuk emas-emas lainnya. Perabot rumah
tangga dari emas/perak, termasuk juga emas putih.[3]
3. Zakat
Hasil Pertanian
Hasil pertanian yang berupa
tanam-tanaman dan buah-buahan dikenakan wajib zakat sesuai ketentuannya. Imam
Abu Hanifah berpendapat, wajib dizakati semua hasil tanah yang memang
diproduksi oleh manusia, dengan sedikit pengecualian antara lain pohon-pohon
yang tidak berbuah. Berdasarkan hadits:
فِيمَا سَقَتُ السَّمَاءُ العشر
“Pada
hasil bumi yang mendapat siraman hujan 10% zakatnya.”[4]
Untuk biji makanan yang
mengenyangkan seperti beras, jagung, gandum, adas, dan sebagainya wajib
dizakati, namun biji makanan yang tidak mengenyangkan seperti kacang tanah,
buncis, kacang panjang, tanaman muda dan sebagainya tidak wajib dizakati.
Seperti Firman Allah SWT:
(#qè?#uäur ¼çm¤)ym uQöqt ¾ÍnÏ$|Áym ( ÇÊÍÊÈ
“dan tunaikanlah haknya di hari memetik
hasilnya (dengan dikeluarkan zakatnya).” (QS. Al-An’am: 141)
Syarat bagi
pemilik biji-biji makanan yang wajib dizakati tersebut yaitu:
a. Islam e. Sampai nisabnya
b. Merdeka f. Milik yang sempurna
c. Biji tanaman itu ditanam oleh manusia
d. Biji makanan itu mengenyangkan dan tahan disimpan lama.[5]
Zakat hasil paroan
sawah diwajibkan atas yang punya benih sewaktu mulai bertanam. Jika benih
berasal dari pemilik tanah, maka zakat seluruh hasil sawah itu wajib dibayar
oleh pemilik sawah, petani hanya mengambil upah kerja dan upah tidak wajib
dizakati.
Jika yang mengeluarkan benihnya
adalah petani yang mengerjakan sawah itu, maka zakat seluruh hasil sawah yang
dikerjakannya itu wajib atas petani itu; karena pada hakikatnya petanilah yang
bertanam, pemilik tanah hanya mengambil sewa tanahnya, dan penghasilan dari
sewaan tidak wajib dizakati.[6]
Namun dalam redaksi lain disebutkan bahwa pemilik tanah juga harus mengeluarkan
zakat tersendiri dari hasil tanah sewaan, terkecuali tanah yang dipinjam tanpa
ketentuan apa-apa maka zakatnya dikenakan pada peminjam, bukan pada pemilik
tanah.[7]
Untuk buah-buahan, yang wajib
dizakati hanya kurma dan anggur saja, sedangkan buah-buah yang lain tidak.
Seperti Sabda Rasulullah SAW
اَمَرَ
رَسُولُ اللهِ صلعم. اَنْ يُخْرَصَ العِنَبُ كَمَا يُخْرَصُ النَّخْلُ فَتُؤْخَذُ
زَكَا تُهُ زَبِيبًا كَمَا تُؤْخَذُ صَدَقَتُهُ النَّخْلِ تَمَرًا. رواه الترمذى و
حسنة
“Rasulullah
SAW. Telah menyuruh supaya menaksir buah anggur itu berapa banyak buahnya,
seperti menaksir buah kurma, dan beliau menyuruh juga supaya memungut zakat
anggur sesudah kering, seperti mengambil zakat buah kurma, juga sesudah
kering.” (HR. Tirmidzi)
4. Perniagaan
Yang dimaksud dengan perniagaan adalah
semua bentuk harta benda yang diproduksi untuk diperjualbelikan.[8] Syarat-syarat
pemilik harta perniagaan seperti syarat pada zakat emas dan perak.
Sabda
Rasulullah SAW
في البَزِّ
صَدَقَتُهَا . رواه الحا كم
“Kain-kain yang disediakan untuk dijual,
wajib dikeluarkan zakatnya.” (HR. Hakim)[9]
Diriwayatkan oleh Baihaqi
bahwa Ibnu Umar dengan tegas menyatakan bahwa “Tak ada zakat pada barang-barang
kecuali harta dagangan.”[10]
Tahun
perniagaan dihitung dari mulai berniaga. Pada tiap-tiap akhir tahun perniagaan
hitunglah harta perniagaan itu; apabila cukup satu nisab maka wajib dibayarkan
zakatnya, meskipun di pangkal tahun atau di tengah tahun tidak cukup satu
nisab. Sebaliknya, jika di pangkal tahun cukup satu nisab namun karena rugi di
akhir tahun tidak cukup satu nisab maka tidak wajib zakat. Perhitungan akhir
tahun perniagaan itulah yang menjadi ukuran sampai atau tidaknya satu nisab.[11]
Nisab harta perdagangan/niaga ditetapkan sama dengan emas dan perak, yaitu
2,5%.[12]
C. KETENTUAN HARTA
BENDA YANG WAJIB DIZAKATI
1)
Cukup senisab
Islam tidak mewajibkan zakat atas
seberapa saja yang berkembang sekalipun kecil sekali, tetapi memberi ketentuan
sendiri yaitu sejumlah tertentu yang dalam ilmu fikih disebut nisab. Terdapat
hadis-hadis yang mengeluarkan dari
kewajiban zakat kekayaan di bawah lima unta dan empat puluh ekor
kambing, demikian juga yang dibawah dua ratus dirham uang perak dan di bawah
lima kwintal (wasaq) bijian, buah-buahan, dan hasil-hasil pertanian.
Ketentuan bahwa kekayaan yang
terkena kewajiban zakat harus sampai senisab disepakati oleh para ulama,
kecuali tentang hasil pertanian, buah-buahan dan logam mulia. Abu hanifah
berpendapat bahwa banyak ataupun
sedikit hasil yang tumbuh dari tanah
harus dikeluarkan zakatnya sepuluh persen. Demikian juga pandapat Ibnu Abbas,
Umar bin Abdul Aziz dan lain-lain. Jumhur Ulama berpendapat bahwa nisablah
merupakan ketentuan yang mewajibkan zakat pada seluruh kekayaan, baik kekayaan
itu yang tumbuh dari tanah atau yang bukan. Alasan mereka adalah hadis “
Dibawah lima kwintal tidak ada zakatnya.’’ Ketentuan itu dapat dianalogikan
dengan kekayaan-kekayaan lain, seperti ternak, uang dan barang-barang dagang.
Hikmah adanya
ketentuan nisab itu jelas sekali, yaitu bahwa zakat merupakan pajak yang
dikenakan atas orang kaya atau bantuan kepada orang miskin dan untuk ikut
berpartisipasi bagi kesejahteraan islam dan kaum muslimin. Oleh karena iti
zakat tentulah harus dipetik dari kekayaan yang mampu memikul kewajiban itu dan
menjadi tidak ada artinya apabila orang miskin juga dikenakan pajak sedangkan
ia sangat perlu dibantu bukan membantu.[13]
2)
Haul (setahun)
Maksudnya
adalah kepemilikan yang berada ditangan si pemilik sudah berlalu masanya dua
belas bulan Qomariyah. Persyaratannya setahun ini hanya untuk ternak, uang, dan
harta benda dagang, yaitu yang dapat dimasukan kedalam istilah ‘’zakat modal’’
tetapi hasil pertanian, buah-buahan, madu, logam mulia, harta karun, dan
lain-lainnya yang sejenis, tidaklah dipersyaratkan satu tahun, dan semuanya itu
dapat dimasukan dalam istilah “zakat pendapatan’’.
Perbedaan
antara kekayaan yang dipersyaratkan wajib zakat adalah setelah setahun dengan
tidak dipersyaratkan wajib zakat setelah setahun adalah sebagaimana dinyatakan
oleh Imam Ibnu Qudama, bahwa kekayan yang dipersyaratkan wajib zakat setelah
setahun itu mempunyai potensi untuk berkembang. Ternak, misalnya mempunyai
potensi untuk menghasilkan susu dan anak, harta benda dagang mempunyai potensi
untuk menghasilkan keutungan, demikian juga uang. Semuanya itu dipersyaratkan
berlalu setahun, karena pertumbuhannya tidak pasti, agar zakat dapat
dikeluarkan dari keuntungan supaya lebih ringan, dan karena zakat diwajibkan
untuk tujuan penyantunan.[14]
3. Benda-benda
yang wajib di zakati dan nisabnya
a) Zakat Hewan
Ternak
1. Besaran
Zakat Unta
Jumlah Unta
|
Zakat yang Wajib Dikeluarkan
|
5-9
|
1 ekor kambing
|
10-14
|
2 ekor kambing
|
15-19
|
3 ekor kambing
|
20-24
|
4 ekor kambing
|
25-35
|
1 ekor unta bintu makhadh (unta betina yang berumur setahun dan
masuk tahun kedua)
|
36-45
|
1 ekor bintu labun (unta betina yang berumur dua tahun dan masuk
tahun ketiga)
|
46-60
|
1 ekor hiqqah (unta betina yqng berumur tiga tahun dan masuk
tahun keempat)
|
61-75
|
1 ekor jadza’ah (unta betina yang berumur empat tahun dan masuk
tahun kelima)
|
76-90
|
2 ekor bintu labun
|
90-120
|
2 ekor hiqqah
|
>120
|
1
ekor bintu labun setiap kelipatan 40 ekor, atau 1 ekor hiqqah setiap
kelipatan 50 ekor
|
2. Besaran Zakat Sapi
Jumlah
Sapi
|
Zakat
yang Wajib Dikeluarkan
|
30-39
|
1
ekor tabi’ atau tabi’ah
|
40-59
|
1
ekor musinnah
|
60
|
2
ekor tabi’
|
61
dan seterusnya
|
Untuk
setiap 20 ekor sapi, zkatnya seekor tabi’, dan untuk setiap 40 ekor sapi,
zakatnya seekor musinnah
|
3. Besaran Zakat Kambing
Jumlah
Kambing
|
Zakat yang
Wajib Dikelurkan
|
40-120
|
1 ekor
kambing
|
121-200
|
2 ekor
kambing
|
201-300
|
3 ekor
kambing
|
301 dan
seterusnya
|
Untuk setiap
kelipatan seratus, zakatnya seekor kambing
|
b. Zakat Hasil Tanaman
Nisab
tanaman adlah 5 wasaq, sesuai sabda Nabi SAW riwayat al-Bukhari dan Muslim,”
Tanaman yang kurang dari 5 wasaq tidak wajib dizakati,” satu wasaq sama dengan
60 sha’ sama dengan 4 mud, 1 mud sama dengan 1 1/3 kati Baghdad. Pada zakat
tanaman yang pengairannya tanpa biaya atau tenaga adalah 10 persen. Irigasi dan
saluran air yang berasal dari aliran sungai dan diperuntukkan bagi massyarakat
umum, menurut pendapat shahih, statusnya seperti air hujan.
Zakat tanaman yang dialiri dengan
dua cara sekalgus timba dan air hujan dengan kadar yang sama adalah 7,5 persen.
Tanaman yang sering disirami air hujan zakatnya 10 persen. Sebaliknya, jika ia
sering dialiri air dengan timba maka zakatnya 5 persen. Hanya saja, menurut
pendapat yang azhar sebagaimana dikemukakan oleh an-Nawawi, sebagai berikut:
Apabila 2/3 tanaman dialiri air hujan dan sisanya (1/3) dengan timba (atau
mesin) total zakat yang dikeluarkan adalah 8,3 persen.
c. Zakat Naqd ( Emas dan Perak)
Nisab perak adalah 200 dirham (595
gram) dan zakatnya dirham murni. Kurang dari itu tidak wajib zakat. Nisab emas
menurut ijma’ adalah 20 mitsqal (85 gram) menggunakan timbangan mekah. Zakat
yang dikeluarkan adalah ½ mitsqal. Emas yang kurang dari nisab tidak wajib
zakat.
Zakat emas dan perak adalah 2,5
persen ketentuan ini sesuai dengan hadis yang diriwatkan oleh al-Bukhari dan
Muslim bahwa Rasulullah SAW bersabda, ”Perak yang kurang dari lima auqiyah
tidak wajib di zakati, Zakat perak adalah 2,5 persen.”
d. Zakat
Perniagaan (Tijarah)
Zakat perniagaan yang wajib
dikeluarkan adalah 2,5 persen dari total nilai barang seperti zakat naqd. Hal
ini sebab nilai barang yang berhubungan dengan zakat perniagaan. Jadi tidak
boleh mengeluarkan zakat perniagaan itu sendiri. Harga perniagaan dikalkulasi
berdasarkan jenis modal awal yang dipergunakan untuk membeli barang dagangan,
atau menggunakan mata uang yang berlaku disuatu negara jika dia memilikinya
dengan menjual barang dagangan. [15]
V. KESIMPULAN
Zakat adalah
ibadah wajib yang berkaitan dengan harta benda. Seseorang yang telah memenuhi
syarat dituntut untuk menunaikan bukan semata-mata atas dasar kemurahan
hatinya, tetapi kalau terpaksa, dengan penekanan penguasa.
Harta benda yang wajib dizakati diantaranya:
1.
Binatang Ternak. Zakatnya dihitung dari berapa jumlah hewan ternak yang
dimiliki.
2.
Hasil Pertanian. Zakatnya ditentukan oleh syarat-syarat apakah sawah tersebut
dialiri air irigasi atau air hujan.
3. Emas dan Perak. Zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5% jika
sudah mencapai nisab dan haul.
4. Harta Perdagangan. Zakat yang harus dikeluarkan sebesar 2,5%
dari seluruh harta tersebut yang telah mencapai satu tahun.
DAFTAR PUSTAKA
Afifi, Muhammad. 2010. Fiqih
Imam Syafi’i. (Jakarta: Almahira)
Qardawi, DR.Yusuf. 2004. Hukum Zakat. (Jakarta: PT. Mitra Kejaya)
Rasjid, Sulaiman. 2015. Fiqh
Islam Cet. ke-70. (Bandung: Sinar
Baru Algensindo)
Zuhri, Saifudin.
2012. Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru. (Semarang: Penerbit Bima
Sejati)
[1]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, (Semarang:
Penerbit Bima Sejati, 2012), hlm. 54-57
[2]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, Cet. ke-70, (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2015), hlm. 193-194
[3]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 66
[4]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 82
[5]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm. 195-196
[6]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm. 196
[7]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 86
[8]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 79
[9]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm. 196
[10]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 80
[11]
Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, hlm. 197-198
[12]
Saifudin Zuhri, Zakat Di Era Reformasi: Tata Kelola Baru, hlm. 80
[13]
DR.Yusuf
Qardawi, Hukum Zakat , (Jakarta: PT. Mitra Kejaya, 2004), cet.7, hlm.149
[14]
DR.Yusuf
Qardawi, Hukum Zakat, hlm.163-164
[15]
Muhammad
Afifi, Fiqih Imam Syafi’i, (Jakarta: almahira, 2010), cet.1,
hlm.438-461
Tidak ada komentar:
Posting Komentar